Kamis, 15 Februari 2018

teori evolusi belajar



Evolusi Teori-Teori Belajar Behaviorisme
( Pavlov, Thorndike, dan Skinner )
Ewingea_pendfis16'_fsm uksw
evolusi Belajar Behaviour 

Pandangan para ahli psikologi tentang belajar tidak statis karena berubah sesuai perkembangan wawasan mereka terhadap kenyataan yang mereka alami. Mereka menyadari bahwa teori terdahulu perlu diubah, meskipun demikian tidak berarti terbalik. Akibatnya evolusi tentang pandangan mereka terjadi.

Teori Pavlov
Latar belakang 

Apabila dikaji mendalam dan bertitik tolak daari padangan masing-masing ahli, teori belajar, yang bersifat eksperimental, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teori belajar perilaku dan teori belajar kognitif.
Perbedaan latar belakang atau pandangan, sebaliknya tidak dianggap sebagai suatu pertentangan, melainkan komplementasi. Hal ini semakin jelas jika kita menyadari bahwa diantara kedua jenis teori belajar belum ada yang final. Artinya, kedua teori belajar masih terus dikembangkan oleh para pengikutnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Asumsi tersebut kiranya tidak berlebihan jika dihubungkan dengan perkembangan teori belajar perilaku. Disini, para ahli merasa tidak puas dengan hasil eksperimennya dan berusaha mengulanginya beberapa kali sampai akhirnya menemukan prinsip-prinsip dasar yang berpengaruh terhadap proses perubahan perilaku. Namun, jangan pula mengangap prinsip dasar tersebut sebagai suatu yang paling benar karena ahli teori belajar perilaku saru dan yang lain akan menemukan prinsip dasar berbeda sesuai hasil ekperimennya. Oleh karena itu, sekali lagi, jangan mengangap hasil-hasil eksperimen mereka sebagai suatu pertentangan atau penemuan final.
Ekperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat berpengaruh pandangan behaviorisme, diamana gejala-gejala kejiwaan seseorang perlu dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker,1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan mengunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian, pavlov mengadakan ekperimen dengan mengunakan binatang (anjing) karena ia mengangap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara hakiki manusia bebeda dengan binatang.

Eksperimen-eksperimen Pavlov
Sebelum membicarakan langkah-langkah eksperimen Pavlov, ada baiknya kita membicarakan sedikit mengenai latar belakang kehidupanya. Keahlian dan pengalamanya mendorong Pavlov melakukan eksperimen-eksperimen sampai akhirnya menemukan konsep-konsep yang kemudian dikenal sebagai teori belajar.
Pavlov dilahirkan dikota Rayzan tahun 1849 dari keluarga pendeta. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Pavlov pada mulanya menerima Pendidikan di seminari Teologi. Namun, dalam hidupnya, ia sangat di pengaruhi oleh buku buku abad ke 16 terutama yang ditulis Pisarev. Tahun 1870, ia memasuki Universitas PetersBurg untuk mempelajari sejarah alam di Fakultas Fisika dan Matemetika. Pada tahun ketiga, ia mengikuti khrusus di Academi Medica Chiraginal. Namun, ia tidak ingin menjadi seorang dokter, melainkan seorang ahli psikologi berkualitas. Ia sangat konsekuen dengan pekerjaanya sehingga banyak memperoleh tambahan pengetahuan tentang Psikologi. Perjalanan Pavlov keluar negeri memberikan arti penting dalam mendukung dirinya menjadi seorang psikolog. Keahlinya dibidang fisiologi sangat mempengaruhi eksperimen-eksperimennya. Pavlov telah melakukan penyeledikan terhadap kelanjar ludah secara intensif sejak 1902 dengan menggunakan anjing. Berangkat dari pengalamannya, Pavlov mencoba melakukan eksperimen dalam bidang psikologi dengan menggunakan anjing sebagai subjek penyelidikan, adapun langkah langkahnya sebagai berikut ;
1.       Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyelidik mengukur dengan teliti air ludah yang keluar sebagai respons terhadap perangsangan makanan, yang disodorkan kemulutnya. Ekperimen Pavlov diulang beberapa kali hingga akhirnya diketahui air liur sudah keluar sebelum makanan sampai kemulut. Artinya, air liur telah keluar saat anjing melihat piring tempat makanan, melihat orang yang biasa memberikan makanan dan bahkan sat mendengar langkah orang biasa memberikan makanan.
Dengan demikian, keluarnya air liur karena adanya perangsang makanan merupakan suatu yang wajar. Namun keluarnya air liur karena anjing melihat piring, orang atau bahkan langkah seseorang merupakan suatu yang tidak wajar. Artinya, dalam keadaan normal, air liur anjing tidak akan keluar hanya karena melihat piring makanan, tetapi orang yang biasa memberi makanan dan mendegarkan langkah-langkah orang yang biasa memberi makanan. Piring tempat makanan, orang dan langkah orang yang biasa memberi makanan mrupakan tanda atau signal.
Dalam eksperimennya tanda atau signal selalu diikuti datangnya makanan. Berkat latihan-latihan selama eksperimen anjing akan mengeluarkan air liurnya bila melihat atau mendengar signal-signal yang persis sama dengan signal-signal yang digunakan dalam eksperimen. Apabila dikaji secara mendalam menurut psikologi, reflex bersyarat merupakan hasil belajar atu latihan. Namun sebagai seorang ahli fisiologi, Pavlov tidak tertarik pada masalah tersebut karena lebih tertarik pada fungsi otak dengan mendapatkan reflex bersyarat Pavlov berkeyakinan bahwa ia telah menemuakan sesuatu yang baru dibidang fisiologi. Ia ingin mengetahui proses terbentuknya reflex bersyarat melalui penyelidikan mengenai fungsi otak secara tidak langsung.
2.   Usaha memahami fungsi otak, Pavlov mengulangi eksperimen seperti diatas dengan berbagai variasi. Adapun langkah-langkah eksperimennya adalah ;
a.       Anjing dibiarkan lapar
b.       Pavlov menyembunyikan memtromom dan anjing mendegarkanya dengan sungguh. Variasi lain dilakukan dengan menyalankan lampu dan anjing memperhatikan lampu yang menyala.
c.       Setelah astronom berbunyi atau lampu bernyala selama 30 detik, makanan diberikan dan terjadilah reflex pengeluaran air liur.
d.       Percobaan tersebut, baik dengan menyembunyikan metromom maupun menyalakan lampu, diulang berulangkali dengan jarak waktu 15 detik.
e.       Setelah diulang 32 kali, bunyi metronome atu nyala lampu selama 30 detik dapat menyebabkan keluarnya air liur dan semakin bertambah deras jika makanan diberikan.

Dalam eksperimen kedua
Ø  Bunyi metronom atau nyala lampu merupakan conditioning stimulus (CS) dan makanan merupakan unconditioning Stimulus (US)
Ø  Keluarnya air liur karena bunyi mentronom atau nyala lampu merupakan conditioning reflexs (CR)
Ø  Makanan yang diberikan setelah air liur merupakan disebut reinforcer (pengaruh) karena memperkuat reflex bersyarat dna memberikan respons lebih kuat dibandingkan dengan reflex bersyarat.
Melalui eksperimennya Pavlov menyimpulkan bahwa reflex bersyarat yang telah terbentuk dan dihilangkan oleh data;
a.       Reflex bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang jika perangsang atau signal yang membentuknya telah hilang. Hal ini dapat disebabkan perangsang atau signal yang selama ini dikenal telah dilupakan atau tidak pernah kembali.
b.       Reflex bersyarat dapat dihilangkan dengan melakukan persyaratan kembali (recondicioning) caranya seperti pada eksperimen kedua. Misalnya, bunyi Mentronom yang digunakan sebagai signal telah berhasil membentuk reflex bersyarat , kemudian bunyi mentronom tidak digunakan kembali dan diganti dengan nyala lampu. Dalam waktu yang cukup lama, jika mentronom dibunyikan kembali, tidak akan mengakibatkan reflex bersyarat karena sekarang reflex bersyarat muncul jika ada nyala lampu, kenyataan menunjukkan bahwa hewan meiliki daya ingat terbatas seperti halnya manusia.


TEORI CLASSICAL CONDITIONING PAVLOV DALAM KONTEKS
                Seperti yang telah kita ketahui, apa yang dilakukan oleh Pavlov bukan mengembangkan teori belajar. Setelah banyak orang mengakui teori Pavlov bermanfaat didunia psikologi, banyak ahli Pendidikan baru mulai memanfaatkan teorinya untuk mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi Pendidikan pada umumnya dan teori belajar khusunya.
Menyadari latar belakang diatas, kita sebagai pendidik harus menempatkan teori Pavlov  secara tepat. Sebaliknya, kita menggunakan teori conditioning sebagai referensi belajar secara fleksibel karena eksperimen Pavlov adalah perilaku binatang. Padahal, subjek belajar adalah manusia. Ada perbedaan hakiki antara binatang dan manusia, yaitu manusia memiliki pikiran dan perasaan yang tentu berbeda dengan binatang.
Oleh karena itu, teori responden hanya digunakan untuk menjelaskan proses belajar secara umum, yaitu pengaruh kondisi tertentu terhadap sikap, perasaan, dan pikiran subjek didik dalam belajar. Namun, kita tetap memperhitungkan pengecualian-pengecualian, sebagaimana dalam menggunakan generalitas, tidak menegasi partikulasi dengan sendirinya.

Eksperimen-eksperimen Pavlov awalnya tidak bertujuan menemukan teori belajar, mesikoun sangat dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme. Sesuai dngan kedudukannya sebagai ahli fisiologi, eksperimen Pavlov Lebih bertujuan memahami fungsi otak. Hasil-hasil eksperimen Pavlov ternyata sangat berguna bagi pengembangan teori belajar. Oleh karena itu, tidak belebihan apabila banyak ahli Pendidikan mengadopsi hasil ekperimen Pavlov untuk mengembangkan teori belajar. Namun, demikian apabial diperoleh Pavlov bukan sesuatu yang final sehingga kita sebaiknya fleksibel menggunakannya.


TEORI THORNDIKE
Riwayat hidup Thorndike 

Thorndike seorang psikolog Amerika yang hidup diantara tahun 1874 sampai 1949. Ia kuliah di Weslenyan University, Harvard dan di Coulombia. Ia melakukan seluruh karir profesionalnya di Teacher College, Coulombia, kecuali satu tahun di Western Reserve,
Karya-karyanya
Karya Thorndike terkenal pada 3 bidang, yakni;
1.      Proses belajar binatang
2.       Hal psikologi Pendidikan
3.       Pengukuran mental dan himpunan kata-kata yang paling sering dalam Bahasa inggris.
Dua hal pertama, merupakan karya awalnya atau pekerjaan kepeloporannya, sedangkan ketiga merupakan perintis pengembangannya. Thorndike mengembangkan pengetahuannya tentang prinsip-prinsip belajar pada pemecahan masalah (learning princiles of problem solving) dalam psikologi Pendidikan. Minat awal pada belajar binatang mencapai titik puncak dalam teorinya tentang belajar trial and error.

Eksperimen Thorndike
Pokok-pokok pelaksanaan eksperimen

Thorndike mengadakan eksperimen terhadap seekor kucing muda yang lapar. Jika kucing menyentuh tombol tertentu, pintu terbuka dan ia dapat lari menuju makanan yang disediakan. Mula-mula, dalam usahanya untuk keluar, dia bergerak dengan berbagai macam cara. Akhirnya, dia keluar langsung menuju makanan. Percobaan berulangkali membuktikan bahwa semakin lama, kucing semakin cepat menyentuh tombol dan dengan segera dapat mencapai. Dalam interprestasi Thorndike atas percobaanya, yaitu usaha-usaha bianatang pada situasi yang berperangsa untuk keluar dari lingkungan akan bermacam-macam. Tingkah laku akan mencoba keluar lingkungan tidak berhubungan dengan tingkah laku yang bertujuan membebaskan diri. Usaha dengan trial and error makin lama makin singkat karena binatang hanya melakukan gerak-gerak yang berguna dan meninggalkan yang tidak berguna. Ini berlaku secara mekanis tanpa disadari oleh kucing.
Pengaruh eksperimen Thorndike terhadap pandangan mengenai belajar bagi manusia
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa diperantai pengertian. Binatang melakukan respons-respons langsung pada yang diamati dan terjadi secara mekanis. Selanjutnya, kita dapat mencatat bahwa prinsip-prinsip yang berlaku pada hewan maupun manusia akan sama, yaitu berdasarkan hukum-hukum belajar, yang terdiri dari tiga hukum primer dan lima hukum subside.

Tiga hukum primer
1. Law of readiness
2. Law of exercise
3. Law of effect

Lima hukum subside
1. Law of multiple response (hukum multirespons atau variasi reaksi)
2. Law of attitude (hukum sikap, disposisi, prepenyesuaian diri)
3. Law of partial activity (hukum aktifitas parsial, suatu situasi)
4. Law of response by analogy (hukum respons, terhadap analogi)
5. Law of associative shifting (hukum perubahan situasi)

Evolusi Teori Belajar Thorndike
Evolusi teori belajar Thorndike dapat  diklasifikasikan menjadi 2 bagain, yaitu teori belajar sebelum tahun1930 dan sesudah tahun 1930.

TEORI SKINNER
Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristic untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku ini menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan dimulai tahun 1946 dalam masalah ‘’ The Eksperimental and Analysis of Behavior’’ hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of The Eksperimental Behavior yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika.
Skinner terkenal dengan teori operant conditioning. Operant Conditioning adalah nama yang digunakan skinner untuk satu prosedur, dimana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relative besar. Dalam beberapa hal pelaksanaan jauh fleksibel, dari pada conditioning klasik.
Operant Conditioning Skinner berbeda dengan conditioning klasik yang diserbaluaska kelompok Pavlov. Pavlovian umumnya memusatkan pada perilaku yang mereka anggap di tampilkan oleh stimulus-stimulus khusus, sedangkan Skinner berpendapat bahwa perilaku-perilaku semacam itu hanya mewakili sebagian kecil dari seluruh perilaku. Ia menyarankan suatu kelas perilaku yang disebutkan perilaku-perilaku operant karena perilaku-perilaku operant beroperasi terhadap lingkungan tanpa stimulus dan tidak terkondisi apapun seperti makana.
Jika dalam kondisi conditioning klasik reinforcement dilakukan berulang-ulang sehingga menghasilkan tingkah laku, dalam operant conditioning terjadi sebaliknya, yaitu jawaban atau tingkah laku yang menimbulkan reinforcement. Individu harus melakukan sesuatu. Dengan kata lain individu adalah alat untuk menimbulkan penguatan sehingga operant conditioning disebut pula Instrumental conditioning
Teori Skinner terpusat pada hubungan antara perilaku-perilaku dan konsekuensinya-konsekuesinya. Sebagai contoh, bila perilaku seseorang segera diikuti konsekuensi menyenangkan, ia akan lebih sering terlihat dalam perilaku tersebut. Pengunaan kosenkuensi-kosenkuensi menyenangkan dan tidak menyenangkan untuk merubah perilaku disebut operant conditioning.
Percobaan Skinner yang dikenal dengan kotak Skinner, menggunakan seekor tikus yang dimasukkan kedalam kotak khusus. Dalam aktifitasnya, tikus tanpa sengaja menyentuh tuas dan menyebabkan makanan keluar. Oleh karena itu, tikus tidak melakukan aktifitas sama untuk mendapatkan makanan dengan jalan menekan tuas. Samakin lama, samakin sedikit aktifitas yang digunakan untuk menyentuh tuas dan memperoleh makanan. Hubungan akan terbentuk bila makanan tetap merupakan hadiah untuk kegiatan tikus sebab jika tidak keluatr atau tidak ada hadiah, maka hubungan lama-lama mengendor, bahkan akan hilang.
Operant Conditioning meliputi proses-proses yang mempengaruhi otot-otot secara sadar, memberikan jawaban dengan otot-otot tersebut mengikutinya dengan pengulangan dan penguatan. Namun, hal ini masih di pengaruhi rangsangan-ranngsangan dalam lingkungan. Kondisi kualitas, dan penguatan terhadap rangsangan akan mempengaruhi jawaban-jawaban yang diperlihatkan.
Percobaan Skinner menghasilkan sekumpulan prinsip-prinsip yang melandasi teori behavoristik.
Konsenkuensi
Kesegaran
Bimbingan dari Reinforce
Jenis respons menurut operant conditioning Skinner ;
Dua macam respons yakni : Responden respons, operant respons
Tingkah laku seseorang menimbulkan penguatan atau reinforcement
Penguatan berupa hadiah atau reward dan hukuman atau punishment
Reward lebih bermakna dari pada punishment


Tidak ada komentar:

Posting Komentar