Evolusi Teori-Teori Belajar
Behaviorisme
Pandangan para ahli psikologi
tentang belajar tidak statis karena berubah sesuai perkembangan wawasan mereka
terhadap kenyataan yang mereka alami. Mereka menyadari bahwa teori terdahulu
perlu diubah, meskipun demikian tidak berarti terbalik. Akibatnya evolusi
tentang pandangan mereka terjadi.
Teori Pavlov
Latar belakang
Apabila dikaji mendalam dan
bertitik tolak daari padangan masing-masing ahli, teori belajar, yang bersifat
eksperimental, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teori belajar perilaku dan
teori belajar kognitif.
Perbedaan latar belakang atau
pandangan, sebaliknya tidak dianggap sebagai suatu pertentangan, melainkan
komplementasi. Hal ini semakin jelas jika kita menyadari bahwa diantara kedua
jenis teori belajar belum ada yang final. Artinya, kedua teori belajar masih
terus dikembangkan oleh para pengikutnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan.
Asumsi tersebut kiranya tidak
berlebihan jika dihubungkan dengan perkembangan teori belajar perilaku. Disini,
para ahli merasa tidak puas dengan hasil eksperimennya dan berusaha
mengulanginya beberapa kali sampai akhirnya menemukan prinsip-prinsip dasar
yang berpengaruh terhadap proses perubahan perilaku. Namun, jangan pula
mengangap prinsip dasar tersebut sebagai suatu yang paling benar karena ahli
teori belajar perilaku saru dan yang lain akan menemukan prinsip dasar berbeda
sesuai hasil ekperimennya. Oleh karena itu, sekali lagi, jangan mengangap
hasil-hasil eksperimen mereka sebagai suatu pertentangan atau penemuan final.
Ekperimen-eksperimen yang
dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat berpengaruh pandangan
behaviorisme, diamana gejala-gejala kejiwaan seseorang perlu dilihat dari
perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral
dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan
tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti
yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker,1985).
Bertitik tolak dari asumsinya
bahwa dengan mengunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat
berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian, pavlov mengadakan
ekperimen dengan mengunakan binatang (anjing) karena ia mengangap binatang memiliki
kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara
hakiki manusia bebeda dengan binatang.
Eksperimen-eksperimen Pavlov
Sebelum membicarakan langkah-langkah
eksperimen Pavlov, ada baiknya kita membicarakan sedikit mengenai latar belakang
kehidupanya. Keahlian dan pengalamanya mendorong Pavlov melakukan
eksperimen-eksperimen sampai akhirnya menemukan konsep-konsep yang kemudian
dikenal sebagai teori belajar.
Pavlov dilahirkan dikota Rayzan
tahun 1849 dari keluarga pendeta. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila
Pavlov pada mulanya menerima Pendidikan di seminari Teologi. Namun, dalam
hidupnya, ia sangat di pengaruhi oleh buku buku abad ke 16 terutama yang
ditulis Pisarev. Tahun 1870, ia memasuki Universitas PetersBurg untuk mempelajari
sejarah alam di Fakultas Fisika dan Matemetika. Pada tahun ketiga, ia mengikuti
khrusus di Academi Medica Chiraginal. Namun, ia tidak ingin menjadi seorang
dokter, melainkan seorang ahli psikologi berkualitas. Ia sangat konsekuen
dengan pekerjaanya sehingga banyak memperoleh tambahan pengetahuan tentang
Psikologi. Perjalanan Pavlov keluar negeri memberikan arti penting dalam
mendukung dirinya menjadi seorang psikolog. Keahlinya dibidang fisiologi sangat
mempengaruhi eksperimen-eksperimennya. Pavlov telah melakukan penyeledikan
terhadap kelanjar ludah secara intensif sejak 1902 dengan menggunakan anjing.
Berangkat dari pengalamannya, Pavlov mencoba melakukan eksperimen dalam bidang
psikologi dengan menggunakan anjing sebagai subjek penyelidikan, adapun langkah
langkahnya sebagai berikut ;
1. Anjing
dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyelidik
mengukur dengan teliti air ludah yang keluar sebagai respons terhadap
perangsangan makanan, yang disodorkan kemulutnya. Ekperimen Pavlov diulang
beberapa kali hingga akhirnya diketahui air liur sudah keluar sebelum makanan
sampai kemulut. Artinya, air liur telah keluar saat anjing melihat piring
tempat makanan, melihat orang yang biasa memberikan makanan dan bahkan sat
mendengar langkah orang biasa memberikan makanan.
Dengan demikian,
keluarnya air liur karena adanya perangsang makanan merupakan suatu yang wajar.
Namun keluarnya air liur karena anjing melihat piring, orang atau bahkan
langkah seseorang merupakan suatu yang tidak wajar. Artinya, dalam keadaan
normal, air liur anjing tidak akan keluar hanya karena melihat piring makanan,
tetapi orang yang biasa memberi makanan dan mendegarkan langkah-langkah orang
yang biasa memberi makanan. Piring tempat makanan, orang dan langkah orang yang
biasa memberi makanan mrupakan tanda atau signal.
Dalam
eksperimennya tanda atau signal selalu diikuti datangnya makanan. Berkat
latihan-latihan selama eksperimen anjing akan mengeluarkan air liurnya bila
melihat atau mendengar signal-signal yang persis sama dengan signal-signal yang
digunakan dalam eksperimen. Apabila dikaji secara mendalam menurut psikologi,
reflex bersyarat merupakan hasil belajar atu latihan. Namun sebagai seorang
ahli fisiologi, Pavlov tidak tertarik pada masalah tersebut karena lebih
tertarik pada fungsi otak dengan mendapatkan reflex bersyarat Pavlov
berkeyakinan bahwa ia telah menemuakan sesuatu yang baru dibidang fisiologi. Ia
ingin mengetahui proses terbentuknya reflex bersyarat melalui penyelidikan
mengenai fungsi otak secara tidak langsung.
2. Usaha
memahami fungsi otak, Pavlov mengulangi eksperimen seperti diatas dengan
berbagai variasi. Adapun langkah-langkah eksperimennya adalah ;
a.
Anjing dibiarkan lapar
b.
Pavlov menyembunyikan memtromom dan anjing
mendegarkanya dengan sungguh. Variasi lain dilakukan dengan menyalankan lampu
dan anjing memperhatikan lampu yang menyala.
c.
Setelah astronom berbunyi atau lampu bernyala
selama 30 detik, makanan diberikan dan terjadilah reflex pengeluaran air liur.
d.
Percobaan tersebut, baik dengan menyembunyikan
metromom maupun menyalakan lampu, diulang berulangkali dengan jarak waktu 15
detik.
e.
Setelah diulang 32 kali, bunyi metronome atu
nyala lampu selama 30 detik dapat menyebabkan keluarnya air liur dan semakin
bertambah deras jika makanan diberikan.
Dalam eksperimen kedua
Ø Bunyi
metronom atau nyala lampu merupakan conditioning stimulus (CS) dan makanan
merupakan unconditioning Stimulus (US)
Ø Keluarnya
air liur karena bunyi mentronom atau nyala lampu merupakan conditioning reflexs
(CR)
Ø Makanan
yang diberikan setelah air liur merupakan disebut reinforcer (pengaruh) karena
memperkuat reflex bersyarat dna memberikan respons lebih kuat dibandingkan
dengan reflex bersyarat.
Melalui eksperimennya Pavlov
menyimpulkan bahwa reflex bersyarat yang telah terbentuk dan dihilangkan oleh
data;
a. Reflex
bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang jika perangsang atau signal yang
membentuknya telah hilang. Hal ini dapat disebabkan perangsang atau signal yang
selama ini dikenal telah dilupakan atau tidak pernah kembali.
b. Reflex
bersyarat dapat dihilangkan dengan melakukan persyaratan kembali
(recondicioning) caranya seperti pada eksperimen kedua. Misalnya, bunyi
Mentronom yang digunakan sebagai signal telah berhasil membentuk reflex
bersyarat , kemudian bunyi mentronom tidak digunakan kembali dan diganti dengan
nyala lampu. Dalam waktu yang cukup lama, jika mentronom dibunyikan kembali,
tidak akan mengakibatkan reflex bersyarat karena sekarang reflex bersyarat
muncul jika ada nyala lampu, kenyataan menunjukkan bahwa hewan meiliki daya
ingat terbatas seperti halnya manusia.
TEORI CLASSICAL CONDITIONING
PAVLOV DALAM KONTEKS
Seperti
yang telah kita ketahui, apa yang dilakukan oleh Pavlov bukan mengembangkan
teori belajar. Setelah banyak orang mengakui teori Pavlov bermanfaat didunia
psikologi, banyak ahli Pendidikan baru mulai memanfaatkan teorinya untuk
mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi Pendidikan pada umumnya
dan teori belajar khusunya.
Menyadari latar belakang diatas,
kita sebagai pendidik harus menempatkan teori Pavlov secara tepat. Sebaliknya, kita menggunakan
teori conditioning sebagai referensi belajar secara fleksibel karena eksperimen
Pavlov adalah perilaku binatang. Padahal, subjek belajar adalah manusia. Ada
perbedaan hakiki antara binatang dan manusia, yaitu manusia memiliki pikiran
dan perasaan yang tentu berbeda dengan binatang.
Oleh karena itu, teori responden
hanya digunakan untuk menjelaskan proses belajar secara umum, yaitu pengaruh
kondisi tertentu terhadap sikap, perasaan, dan pikiran subjek didik dalam
belajar. Namun, kita tetap memperhitungkan pengecualian-pengecualian,
sebagaimana dalam menggunakan generalitas, tidak menegasi partikulasi dengan
sendirinya.
Eksperimen-eksperimen Pavlov
awalnya tidak bertujuan menemukan teori belajar, mesikoun sangat dipengaruhi
oleh psikologi behaviorisme. Sesuai dngan kedudukannya sebagai ahli fisiologi,
eksperimen Pavlov Lebih bertujuan memahami fungsi otak. Hasil-hasil eksperimen
Pavlov ternyata sangat berguna bagi pengembangan teori belajar. Oleh karena
itu, tidak belebihan apabila banyak ahli Pendidikan mengadopsi hasil ekperimen
Pavlov untuk mengembangkan teori belajar. Namun, demikian apabial diperoleh
Pavlov bukan sesuatu yang final sehingga kita sebaiknya fleksibel
menggunakannya.
TEORI THORNDIKE
Riwayat hidup Thorndike
Thorndike seorang psikolog
Amerika yang hidup diantara tahun 1874 sampai 1949. Ia kuliah di Weslenyan
University, Harvard dan di Coulombia. Ia melakukan seluruh karir profesionalnya
di Teacher College, Coulombia, kecuali satu tahun di Western Reserve,
Karya-karyanya
Karya Thorndike terkenal pada 3
bidang, yakni;
1. Proses
belajar binatang
2. Hal
psikologi Pendidikan
3. Pengukuran
mental dan himpunan kata-kata yang paling sering dalam Bahasa inggris.
Dua hal pertama, merupakan karya
awalnya atau pekerjaan kepeloporannya, sedangkan ketiga merupakan perintis
pengembangannya. Thorndike mengembangkan pengetahuannya tentang prinsip-prinsip
belajar pada pemecahan masalah (learning princiles of problem solving) dalam
psikologi Pendidikan. Minat awal pada belajar binatang mencapai titik puncak
dalam teorinya tentang belajar trial and error.
Eksperimen Thorndike
Pokok-pokok pelaksanaan
eksperimen
Thorndike mengadakan eksperimen
terhadap seekor kucing muda yang lapar. Jika kucing menyentuh tombol tertentu,
pintu terbuka dan ia dapat lari menuju makanan yang disediakan. Mula-mula,
dalam usahanya untuk keluar, dia bergerak dengan berbagai macam cara. Akhirnya,
dia keluar langsung menuju makanan. Percobaan berulangkali membuktikan bahwa
semakin lama, kucing semakin cepat menyentuh tombol dan dengan segera dapat
mencapai. Dalam interprestasi Thorndike atas percobaanya, yaitu usaha-usaha
bianatang pada situasi yang berperangsa untuk keluar dari lingkungan akan
bermacam-macam. Tingkah laku akan mencoba keluar lingkungan tidak berhubungan
dengan tingkah laku yang bertujuan membebaskan diri. Usaha dengan trial and
error makin lama makin singkat karena binatang hanya melakukan gerak-gerak yang
berguna dan meninggalkan yang tidak berguna. Ini berlaku secara mekanis tanpa
disadari oleh kucing.
Pengaruh eksperimen Thorndike
terhadap pandangan mengenai belajar bagi manusia
Thorndike berkeyakinan bahwa
prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada
manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa
diperantai pengertian. Binatang melakukan respons-respons langsung pada yang
diamati dan terjadi secara mekanis. Selanjutnya, kita dapat mencatat bahwa
prinsip-prinsip yang berlaku pada hewan maupun manusia akan sama, yaitu
berdasarkan hukum-hukum belajar, yang terdiri dari tiga hukum primer dan lima
hukum subside.
Tiga hukum primer
1. Law of readiness
2. Law of exercise
3. Law of effect
Lima hukum subside
1. Law of multiple response (hukum
multirespons atau variasi reaksi)
2. Law of attitude (hukum sikap,
disposisi, prepenyesuaian diri)
3. Law of partial activity (hukum
aktifitas parsial, suatu situasi)
4. Law of response by analogy (hukum
respons, terhadap analogi)
5. Law of associative shifting
(hukum perubahan situasi)
Evolusi Teori Belajar Thorndike
Evolusi teori belajar Thorndike
dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagain,
yaitu teori belajar sebelum tahun1930 dan sesudah tahun 1930.
TEORI SKINNER
Seperti halnya kelompok penganut
psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristic untuk menerangkan
tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The
Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan
teori operant conditioning. Buku ini menjadi inspirasi diadakannya konferensi
tahunan dimulai tahun 1946 dalam masalah ‘’ The Eksperimental and Analysis of
Behavior’’ hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of The
Eksperimental Behavior yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika.
Skinner terkenal dengan teori
operant conditioning. Operant Conditioning adalah nama yang digunakan skinner
untuk satu prosedur, dimana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme
melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relative besar.
Dalam beberapa hal pelaksanaan jauh fleksibel, dari pada conditioning klasik.
Operant Conditioning Skinner
berbeda dengan conditioning klasik yang diserbaluaska kelompok Pavlov.
Pavlovian umumnya memusatkan pada perilaku yang mereka anggap di tampilkan oleh
stimulus-stimulus khusus, sedangkan Skinner berpendapat bahwa perilaku-perilaku
semacam itu hanya mewakili sebagian kecil dari seluruh perilaku. Ia menyarankan
suatu kelas perilaku yang disebutkan perilaku-perilaku operant karena
perilaku-perilaku operant beroperasi terhadap lingkungan tanpa stimulus dan
tidak terkondisi apapun seperti makana.
Jika dalam kondisi conditioning
klasik reinforcement dilakukan berulang-ulang sehingga menghasilkan tingkah
laku, dalam operant conditioning terjadi sebaliknya, yaitu jawaban atau tingkah
laku yang menimbulkan reinforcement. Individu harus melakukan sesuatu. Dengan
kata lain individu adalah alat untuk menimbulkan penguatan sehingga operant
conditioning disebut pula Instrumental conditioning
Teori Skinner terpusat pada hubungan
antara perilaku-perilaku dan konsekuensinya-konsekuesinya. Sebagai contoh, bila
perilaku seseorang segera diikuti konsekuensi menyenangkan, ia akan lebih sering
terlihat dalam perilaku tersebut. Pengunaan kosenkuensi-kosenkuensi
menyenangkan dan tidak menyenangkan untuk merubah perilaku disebut operant
conditioning.
Percobaan Skinner yang dikenal
dengan kotak Skinner, menggunakan seekor tikus yang dimasukkan kedalam kotak
khusus. Dalam aktifitasnya, tikus tanpa sengaja menyentuh tuas dan menyebabkan
makanan keluar. Oleh karena itu, tikus tidak melakukan aktifitas sama untuk
mendapatkan makanan dengan jalan menekan tuas. Samakin lama, samakin sedikit
aktifitas yang digunakan untuk menyentuh tuas dan memperoleh makanan. Hubungan akan
terbentuk bila makanan tetap merupakan hadiah untuk kegiatan tikus sebab jika
tidak keluatr atau tidak ada hadiah, maka hubungan lama-lama mengendor, bahkan
akan hilang.
Operant Conditioning meliputi
proses-proses yang mempengaruhi otot-otot secara sadar, memberikan jawaban dengan
otot-otot tersebut mengikutinya dengan pengulangan dan penguatan. Namun, hal
ini masih di pengaruhi rangsangan-ranngsangan dalam lingkungan. Kondisi kualitas,
dan penguatan terhadap rangsangan akan mempengaruhi jawaban-jawaban yang
diperlihatkan.
Percobaan Skinner menghasilkan
sekumpulan prinsip-prinsip yang melandasi teori behavoristik.
Konsenkuensi
Kesegaran
Bimbingan dari Reinforce
Jenis respons menurut operant
conditioning Skinner ;
Dua macam respons yakni :
Responden respons, operant respons
Tingkah laku seseorang
menimbulkan penguatan atau reinforcement
Penguatan berupa hadiah atau
reward dan hukuman atau punishment
Reward lebih bermakna dari pada
punishment
Tidak ada komentar:
Posting Komentar